Sabtu, 25 April 2009

Peringatan 10 th Gerak Marwah Rakyat Kepri

Sejarah panjang perjuangan rakyat Kepulauan Riau untuk membentuk Provinsi sendiri yang secara administrasi lepas dari Provinsi Riau melalui Musyawarah amanah Rakyat 15 Mei 1999 akhirnya tercapai setelah tanggal 24 September 2002 pukul 17.35 WIB DPR RI dan Pemerintah mengesahkan lahirnya UU No. 25 tahun 2002 tentang Pembentukan Provinsi Kepulauan Riau.

Perjuangan panjang tersebut bukanlah mudah. Banyak halangan dan rintangan dalam memperjuangkan lahirnya Provinsi Kepulauan Riau. Banyak pula orang yang terkorbankan, baik jiwanya, maupun harta benda dan hilangnya mata pencaharian mereka. Semua itu di lakukan demi lahirnya Provinsi Kepulauan Riau.

Kini Provinsi yang diperjuangkan secara heroik oleh elemen masyarakat Kepri tersebut sudah pun berdiri dengan tegaknya. Ibarat memperjuangkan kemerdekaan suatu Negara, maka keberhasilan memperjuangkan provinsi Kepulauan Riau hendaklah diperingati setiap tahunnya. Hal ini mempunyai maksud agar rakyat Kepulauan Riau secara turun temurun senantiasa mengerti dan menghargai betapa payahnya memperjuangkan lahirnya Provinsi Kepulauan Riau ini, sehingga akan timbul rasa cinta untuk membangun Provinsi Kepulauan Riau.

PELAKSANAAN
Peringatan ke-10 Gerak Marwah Rakyat Kepri dilaksanakan pada tanggal 15 Mei 2009 di Hotel Comfort Tanjungpinang pukul. 08.00 Wib - selesai.

Baca Selengkapnya..

Jumat, 19 September 2008

Beri Suara Hanya Mencontreng

Jakarta (Jawa Pos). Aturan tata cara menandai surat suara oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) kembali diubah. KPU berbalik pada rencana awal mereka. Yakni, pemilih memberikan suara dengan cara mencontreng atau memberi tanda cek.

Ketua KPU Abdul Hafiz Anshary menyatakan, keputusan itu diambil setelah KPU berkonsultasi dengan Komisi II DPR terkait dengan desain surat suara pada Kamis (11/9). \'\'Sebab, kalau menandai dengan banyak cara, dikhawatirkan membingungkan pemilih,\'\' katanya di Jakarta kemarin (13/9).


Sebelumnya, KPU mengisyaratkan memberikan kesempatan yang luas mengenai tata cara menandai surat suara Pemilu 2009. Selain mencontreng, KPU mempersilakan kepada pemilih jika ingin menandai surat suara Pemilu 2009 dengan menyilang, melingkari, atau memberi garis. Alasannya saat itu, hal tersebut demi mempermudah pemilih saat menandai surat suara. Dengan demikian, surat suara yang ditandai selain mencontreng tetap dianggap sah oleh KPU.

Mengapa KPU kembali pada keputusan awal? KPU bersama DPR menilai, kebebasan aturan menandai malah memperbanyak potensi surat suara tidak sah. Menurut Hafiz, jika dibebaskan, petugas KPPS akan menemui kesulitan saat menentukan surat suara mana yang sah.

\'\'Kalau (aturan) menandai dibebaskan, akan ada kesulitan bagi petugas. Padahal, mereka adalah petugas yang pertama menghitung surat suara,\'\' jelasnya. Sebisa mungkin, kata dia, mekanisme yang mempersulit petugas KPU diminimalkan supaya tidak menjadi masalah berkelanjutan.

Baca Selengkapnya..

Jumat, 22 Agustus 2008

Pidato Kenegaraan : Bisa untuk Ekonomi pada Tahun Politik

Bisa! Kita Bisa! Demikian Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berulang kali mengekspresikan optimismenya selama pidato kenegaraan, Jumat (15/8). Sepanjang pidato, Presiden lebih banyak menghabiskan waktu mengurai ”prestasi” pemerintah selama empat tahun dan janji setahun ke depan.

Inilah pidato kenegaraan keempat Presiden Yudhoyono di hadapan parlemen menjelang hari ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia. Prestasi itu antara lain soal angka kemiskinan yang mengalami penurunan dari 17,7 persen pada tahun 2006 menjadi 15,4 persen tahun ini. Ini, lanjut Presiden, adalah angka kemiskinan terendah selama sepuluh tahun terakhir.
Meski tahun 2009 adalah tahun politik, Presiden Yudhoyono melalui pidatonya mengisyaratkan prioritas pemerintahannya, yang tinggal setahun lagi, untuk membenahi persoalan ekonomi dan kesejahteraan. Tekanan katanya juga banyak terkait persoalan pangan dan energi.

Penekanan terhadap bidang ekonomi dapat dilihat dari durasi waktu dan pilihan kata yang banyak digunakan Presiden Yudhoyono selama berpidato. Teks pidato yang terdiri dari 7.933 kata dan dibacakan selama 78 menit itu, porsi terbesar, 53 menit atau 68 persen, tersedot untuk pemaparan kondisi ekonomi dan kesejahteraan sosial. Paparan itu mengenai banyak pencapaian di bidang ekonomi, program menyejahterakan rakyat yang sudah berjalan, maupun alokasi anggaran tahun depan.

Demikian juga soal angka pengangguran yang turun sebanyak 2 persen selama dua tahun terakhir, dari 10,5 persen tahun 2006 menjadi 8,5 persen tahun 2008. Momentum pidato kenegaraan itu dijadikan media efektif menyapa rakyat.

Terkait krisis pangan dan energi, Presiden mengucapkan kata ”krisis” sebanyak 14 kali. Kata ”pangan” diucapkan 16 kali dan kata ”energi” sebanyak 30 kali. Kata ”subsidi” yang terkait dengan kedua persoalan itu sebanyak 20 kali. Kata ”minyak”, ”BBM”, dan ”listrik” yang menjadi fundamental energi juga bertebaran, masing-masing diucapkan 26, 12, dan 16 kali.

Begitu banyaknya kata terkait energi dan pangan diulang-ulang oleh Presiden menunjukkan besarnya perhatian yang sudah dan akan dicurahkan pada masalah ini. Hanya, nuansa yang tertampilkan lebih menunjukkan argumentasi pembelaan diri.

Kenaikan harga bahan bakar minyak tidak disinggung secara langsung oleh Presiden. Secara tersirat Presiden meminta pengertian dari seluruh rakyat Indonesia, keputusan itu tak dapat dihindarkan akibat harga minyak dunia yang mencapai titik tertinggi dalam sejarah.

Argumentasi pembelaan diri lainnya menyangkut kerawanan pangan akibat lonjakan harga sejumlah kebutuhan pokok yang terjadi setahun terakhir. Dikatakan Presiden, harga pangan di berbagai penjuru dunia melonjak drastis dan ekonomi dunia menuju resesi.

Presiden juga mengutip Bank Dunia yang memprediksi situasi energi dan pangan yang seperti ini berpotensi memicu krisis sosial, ekonomi, dan politik di 33 negara dan mengakibatkan 100 juta orang di seluruh dunia kembali jatuh ke bawah garis kemiskinan.

Mengenai ini, Presiden menjawabnya dari sisi mentalitas bangsa. Presiden memompakan semangat, kita adalah bangsa yang memiliki pejuang yang bermental ”Harus Bisa!”. Apa pun masalahnya, kapan pun masanya, seberapa pun keterbatasannya, kalau kita bermental ”bisa”, kita semua ”bisa”, dan Indonesia pasti ”bisa”!

Titik lemah

Meskipun pilihan kata ekonomi seputar pangan dan energi jauh meningkat dibandingkan dengan tahun sebelumnya, namun kata ”investasi” cenderung tidak terlalu ditonjolkan.

Dari penelusuran, kata ”investasi” selama pidato kali ini hanya diucapkan Presiden sebanyak empat kali. Kurang diperoleh gambaran tentang kebijakan seperti apa yang Presiden arahkan untuk memperbaiki iklim investasi. Jika dibandingkan dengan tahun 2006 yang 25 kali, kata investasi tampaknya bukan merupakan hal yang ingin ”dijual” menjelang berakhirnya masa lima tahun pemerintahannya.

Baca Selengkapnya..
 

© Free blogger template 3 columns