Selasa, 19 Agustus 2008

Manusia Pragmatis

Di tengah semakin luasnya wilayah permasalahan rakyat dan umat yang sangat kompleks, maka pandangan manusia yang diharapkan menentukan kehidupan sangat diperlukan dalam mengolah kepentingan, aspirasi dan dinamika kehidupan masyarakat yang mosaik masalahnya begitu ruwet. Dalam hal ini,pandangan manusia pragmatis yang positivistik dapat menawarkan gagasan serta memiliki komitmen moral yang sangat kuat untuk melibatkan diri dalam merespons berbagai persoalan yang dihadapi oleh rakyat dan negara dengan tetap berpegang prinsip dan sikap yang sifatnya terbuka, kritis, objektif, kreatif, dan analitis. Terlebih dahulu kita perlu bertanya apa yang dimaksud dengan pandangan pragmatis yang positivistik itu.

Franz Magnis Suseno dalam buah pikirannya yang berjudul Kuasa dan Moral menjelaskan pengertian Manusia Pragmatis adalah manusia yang sanggup untuk bertindak, yang tidak terjerumus dalam pertengkaran ideologis yang mandul, melainkan secara nyata berusaha untuk memecahkan masalah yang dihadapinya. Secara sederhana manusia pragmatis dalam menghadapi kebakaran misalnya, tidak akan melakukan perdebatan panjang lebar tentang cara penanggulangan kebakaran mana yang paling sesuai dengan manusia seutuhnya, melainkan segera akan memanggil dinas pemadam kebakaran, kemudian berusaha untuk sekedar membatasi amukan api. Manusia pragmatis adalah manusia yang masih cukup manusiawi untuk tidak melupakan kebutuhan nyata orang – orang demi teori – teorinya. Pendek kata, kalau kita mau maju dalam usaha untuk nyata – nyata mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila,kita memerlukan orang – orang yang pragmatis.

Dimana pendekatan pragmatisme itu menjadi problematis?untuk itu saya mau menceritakan kisah sebuah daerah B yang saya dengar dari teman karib saya. Daerah B tersebut menurut karib saya merupakan daerah kawasan industri yang terbilang sukses dalam menggaet investor asing untuk menanamkan investasinya, bahkan daerah B terkenal sampai ke mancanegara bisa dikatakan penduduk negara tersebut tidak ada yang tidak kenal dengan daerah B karena letaknya yang strategis sebagai kawasan perbatasan Negara. Seiring perjalanan waktu ada yang tidak betah dihati para investor tersebut, entah decision makers yang mengeluaran kebijakan termasuk pelayanan tidak berpihak kepada investor atau investor sendiri yang bankrut, tetapi menurut karib saya yang jelas satu persatu investor keluar dari daerah B tersebut. Melihat fenomena tersebut keluarlah kebijakan dengan izin Menteri Perhubungan Negara tersebut dibuatlah sebuah rencana untuk membangun sebuah pelabuhan internasional yang diberi nama pelabuhan HB dengan tujuan menarik wisatawan yang datang menjadi tertarik berinvestasi. Pelabuhan HB dibuka dengan upacara bahkan Bupati, Menteri hadir pada peresmian pelabuhan HB yang ditandai dengan penyambutan pengalungan wisatawan pertama yang turun pada pelabuhan tersebut. Sekarang hasil para wisatawan berduyun-duyun datang kedaerah tersebut.

Kita dapat menyebut pembangunan pelabuhan itu sebagai tindakan yang pragmatis. Ada masalah, keluarnya investor, maka diambil tindakan mengatasi keluarnya investor tersebut dengan pembangunan pelabuhan. Tetapi apa akibat pelabuhan baru itu? Decision maker langsung merasakan keuntungannya karena Pendapatan Asli Daerah menjadi meningkat, potensi daerah terjual ke Negara lain. Akan tetapi, para nelayan miskin yang dulu dapat hidup dari hasil laut daerah tersebut kehilangan pendapatan, tangkapan ikan makin berkurang terganggu oleh aktivitas pelabuhan tersebut.

Apa yang menarik perhatian dalam contoh itu? Bahwa pemecahan pragmatis masalah investor itu ternyata tidak netral, melainkan memihak, yang beruntung adalah mereka yang sudah lumayan keadaanya, mereka itu sekarang menjadi kaya. Sedangkan yang hidup pas – pasan sekarang kehilangan nafkah hidup sama sekali dan menjadi miskin betul. Mengapa sampai pemecahan pragmatis itu ternyata tidak adil?.

Pada kasus yang sama terjadi pada anggota DPR RI maupun anggota DPRD Kota Batam, dengan cara berpikir yang pragmatis telah menganggarkan pembelian lap top dengan mempergunakan keuangan Negara dan Daerah dengan alasan upaya menunjang kinerja anggota legislatif. Cukup pragmatis, tidak punya lap top anggarkan saja di APBN atau APBD, praktis bukan?

Disisi lain yang berbeda, dapat kita ketahui, apa yang terjadi di Negara tetangga Singapore dengan mempergunakan keuangan negaranya telah mengganggarkan pembelian computer untuk dibagikan kepada masyarakat hiterland dengan harapan tidak ada lagi masyarakatnya yang tidak mampu menguasai computer.hal yang seperti ini lah yang jarang sekali terpikirkan olah para pengambil kebijakan.

Masalah kita menjadi ruwet, apabila watak pragmatis menjadi filsafat pragmatisme. Pragmatisme bersifat dua. Ia sekaligus merupakan kritik terhadap pendekatan ideologis dan prinsip pemecahan masalah. Sebagai kritik terhadap pendekatan ideologis pragmatisme mempertanyakan relevansi sebuah ideologi bagi pemecahan suatu masalah, misalnya bagi pembangunan masyarakat. Apakah benar – tidaknya ideologi itu akan mengubah sesuatu pada pembangunan? Pragmatisme mengkritik segala macam omongan tentang cita – cita, falsafah hidup, rumusan – rumusan suci yang tidak nyata – nyata memajukan masyaraat. Bukan keindahan suatu konsepsi, melainkan sumbangan nyata pada pemecahan masalah yang dihadapi masyarakat, itulah yang menentukan.

Sebagai prinsip pemecahan masalah, pragmatisme mengatakan bahwa suatu gagasan atau strategi membuktikan kebenarannya apabila berhasil memecahkan masalah yang ada, artinya, mengubah situasi yang penuh keragu – raguan dan keresahan sedemikian rupa hingga keragu – raguan dan keresahan itu hilang. Secara lebih sederhana : ayo jangan banyak omong, atasilah kesulitan yang ada.

Tidak ada komentar: